JAKARTA, KP – Pesatnya digitalisasi layanan publik, termasuk sektor kesehatan, menuntut sistem keamanan yang semakin kuat dan adaptif. Menyadari urgensi tersebut, VIDA, perusahaan identitas digital dan pencegahan penipuan terkemuka di Indonesia, menegaskan komitmennya untuk memperkuat kepercayaan digital nasional melalui kolaborasi lintas sektor.
Momentum ini disampaikan dalam ajang National Cybersecurity Connect 2025, yang menjadi wadah para pemangku kepentingan untuk membahas tantangan dan solusi keamanan siber di era kecerdasan buatan (AI).
Dalam kesempatan itu, Founder and Group CEO VIDA, Niki Luhur, menyoroti perubahan lanskap kepercayaan digital seiring berkembangnya teknologi AI. Menurutnya, hadirnya kemampuan generatif AI yang mampu menciptakan realitas digital semu membuat identitas digital yang terverifikasi menjadi fondasi baru dalam membangun kepercayaan.
“AI semakin mampu menciptakan ‘realitas palsu’ yang sulit dibedakan dari kenyataan. Karena itu, identitas digital yang tervalidasi harus menjadi dasar kepercayaan dalam setiap interaksi digital. VIDA hadir untuk memastikan keamanan tersebut sejak tahap identifikasi hingga transaksi, agar masyarakat tetap terlindungi dari manipulasi teknologi,” ujarnya.
Digitalisasi kesehatan kini menjadi prioritas global, dengan lebih dari 60 persen negara telah memasukkan strategi layanan kesehatan digital dalam kebijakan nasional. Indonesia tidak terkecuali, tengah mendorong integrasi data pasien secara real-time guna meningkatkan kualitas layanan publik. Namun, inovasi ini juga mengundang tantangan baru, terutama risiko penyalahgunaan data dan identitas pribadi.
Ancaman fraud berbasis rekayasa sosial turut meningkat, ditandai kerugian nasional akibat penipuan OTP dan manipulasi data yang mencapai lebih dari Rp2,5 triliun. Temuan VIDA Fraud Intelligence Report 2025 bahkan menunjukkan bahwa hampir seluruh organisasi di Indonesia pernah menjadi target serangan social engineering.
Era AI juga melahirkan fenomena baru yang dikenal sebagai generative fraud, di mana teknologi digunakan untuk membuat dokumen atau identitas palsu yang sangat meyakinkan.
Laporan menunjukkan peningkatan kasus deepfake hingga 1.550 persen di Asia Pasifik dalam dua tahun terakhir, dengan modus yang mampu meniru suara dan wajah tenaga medis atau pejabat untuk mengakses informasi sensitif, termasuk sistem kesehatan.
Untuk menghadapi kompleksitas ancaman tersebut, VIDA memposisikan dirinya sebagai digital trust enabler yang menyediakan sistem verifikasi identitas dan keamanan berlapis. Chief Operating Officer VIDA, Victor Indajang, menjelaskan bahwa teknologi tanda tangan digital VIDA tidak hanya berfungsi sebagai alat kepatuhan, melainkan infrastruktur kepercayaan lintas sektor.
“Kami memastikan bahwa hanya individu berwenang yang bisa mengakses data medis, dan setiap proses mulai dari pendaftaran pasien hingga persetujuan tindakan medis tercatat dengan aman dan transparan. Keamanan bukan hanya soal proteksi, tapi juga memastikan efisiensi dan kepercayaan publik,” jelasnya.
Lebih jauh, Ahmad Taufik, SVP Product and Certificate Authority VIDA, memaparkan bagaimana solusi seperti Deepfake Shield dan Fraud Scanner bekerja dalam mendeteksi manipulasi audio dan video yang berbasis AI.
Teknologi tersebut dirancang untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi lembaga finansial maupun layanan kesehatan yang kini menjadi sasaran empuk kejahatan digital.
VIDA terus memperluas kolaborasi strategis dengan Kominfo, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, serta pelaku industri perbankan, fintech, dan kesehatan untuk memperkuat Digital Trust Layer nasional.
Tujuannya jelas: memastikan setiap akses dan pertukaran data berjalan aman, terverifikasi, dan mampu menjaga kredibilitas ekosistem digital Indonesia di tengah evolusi teknologi global.
Dengan langkah aktif tersebut, VIDA menegaskan peran pentingnya dalam menjaga integritas data dan kepercayaan publik, sekaligus mendukung visi Indonesia menuju ekosistem digital yang aman, inklusif, dan tepercaya di era AI. (*/Red)

