PONTIANAK, KP - Di tengah derasnya arus kemajuan teknologi dan gaya hidup digital, lima mahasiswa lintas program studi Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak berhasil menciptakan inovasi yang tidak hanya canggih, tetapi juga berorientasi pada kesehatan manusia. Mereka memperkenalkan PostureTrack, sebuah wearable device berbasis kecerdasan buatan (adaptive machine learning) dan Internet of Things (IoT) yang berfungsi memantau serta memperbaiki postur tubuh pengguna secara real-time.
Inovasi ini lahir dari keprihatinan terhadap meningkatnya kasus gangguan tulang belakang akibat kebiasaan duduk yang tidak ergonomis suatu masalah yang kini banyak dialami masyarakat modern, terutama mereka yang bekerja atau belajar dalam posisi duduk dalam waktu lama. Gangguan seperti kifosis (bungkuk), lordosis (pinggang melengkung berlebihan), skoliosis (tulang belakang bengkok), hingga low back pain (nyeri punggung bawah) sering kali muncul tanpa disadari, dan jika dibiarkan, dapat berkembang menjadi penyakit kronis yang memengaruhi kualitas hidup.
Berangkat dari permasalahan tersebut, lima mahasiswa UNTAN berkolaborasi lintas disiplin ilmu: Afrizal, Hasan Supriadi, dan Marcell Jonathan dari Program Studi Teknik Elektro; Aslam Fadholi Safkha dari Informatika; serta Beby Rasyiqah Auralita dari Pendidikan Dokter. Mereka menyatukan keahlian masing-masing untuk melahirkan PostureTrack, alat inovatif yang dirancang bukan hanya sebagai pengingat postur tubuh, tetapi juga sebagai pendidik kebiasaan ergonomis melalui pendekatan teknologi adaptif.
PostureTrack hadir dalam bentuk sabuk elastis berbahan nylon berkualitas tinggi yang memiliki sirkulasi udara baik serta ukuran yang dapat disesuaikan (95–105 cm), sehingga tetap nyaman digunakan dalam berbagai aktivitas. Di balik desain yang sederhana itu, tertanam sensor MPU9250 berpresisi tinggi dan mikrokontroler ESP32 berdaya rendah yang bertugas mendeteksi perubahan posisi tubuh pengguna. Energi alat bersumber dari baterai lithium-ion berkapasitas 2000mAh yang mampu bertahan hingga empat jam dan mudah diisi ulang.
Melalui teknologi sensor tersebut, PostureTrack memantau posisi tubuh pengguna secara langsung. Data yang dikumpulkan kemudian diproses oleh sistem adaptive machine learning yang mempelajari kebiasaan duduk masing-masing individu. Ketika alat mendeteksi adanya posisi tubuh yang tidak ergonomis dalam jangka waktu tertentu, modul vibrator akan mengirimkan peringatan berupa getaran lembut agar pengguna segera memperbaiki posturnya. Fitur inilah yang menjadikan PostureTrack berbeda dari alat sejenis ia belajar dan menyesuaikan diri dengan bentuk serta kebiasaan tubuh pengguna.
Lebih lanjut, PostureTrack terhubung dengan situs web khusus melalui konektivitas WiFi. Di sana, pengguna dapat memantau grafik postur tubuh, riwayat kebiasaan duduk, serta mendapatkan rekomendasi personal yang bisa digunakan untuk konsultasi dengan tenaga medis. Semua fitur ini dirancang untuk membantu pengguna memahami kebiasaan postur mereka secara lebih sadar dan ilmiah.
“PostureTrack tidak hanya mendeteksi posisi duduk yang salah, tetapi juga membantu membentuk kebiasaan postur yang benar,” ujar Afrizal, ketua tim pengembang, ketika ditemui pada Rabu (15/10/2025). Ia menambahkan, dengan integrasi sensor presisi, machine learning adaptif, dan teknologi IoT, PostureTrack diharapkan mampu menjadi solusi praktis dan edukatif dalam menjaga kesehatan tulang belakang masyarakat.
Inovasi ini tidak lahir begitu saja. PostureTrack mendapatkan dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) Tahun 2025. Dosen pembimbing, Ferry Hadary, S.T., M.T., dari Fakultas Teknik Elektro UNTAN, menyampaikan harapannya agar PostureTrack dapat menjadi solusi yang terjangkau bagi masyarakat luas, khususnya pekerja kantoran, pelajar, serta individu yang menghabiskan banyak waktu di depan layar.
Inovasi ini lahir dari keprihatinan terhadap meningkatnya kasus gangguan tulang belakang akibat kebiasaan duduk yang tidak ergonomis suatu masalah yang kini banyak dialami masyarakat modern, terutama mereka yang bekerja atau belajar dalam posisi duduk dalam waktu lama. Gangguan seperti kifosis (bungkuk), lordosis (pinggang melengkung berlebihan), skoliosis (tulang belakang bengkok), hingga low back pain (nyeri punggung bawah) sering kali muncul tanpa disadari, dan jika dibiarkan, dapat berkembang menjadi penyakit kronis yang memengaruhi kualitas hidup.
Berangkat dari permasalahan tersebut, lima mahasiswa UNTAN berkolaborasi lintas disiplin ilmu: Afrizal, Hasan Supriadi, dan Marcell Jonathan dari Program Studi Teknik Elektro; Aslam Fadholi Safkha dari Informatika; serta Beby Rasyiqah Auralita dari Pendidikan Dokter. Mereka menyatukan keahlian masing-masing untuk melahirkan PostureTrack, alat inovatif yang dirancang bukan hanya sebagai pengingat postur tubuh, tetapi juga sebagai pendidik kebiasaan ergonomis melalui pendekatan teknologi adaptif.
PostureTrack hadir dalam bentuk sabuk elastis berbahan nylon berkualitas tinggi yang memiliki sirkulasi udara baik serta ukuran yang dapat disesuaikan (95–105 cm), sehingga tetap nyaman digunakan dalam berbagai aktivitas. Di balik desain yang sederhana itu, tertanam sensor MPU9250 berpresisi tinggi dan mikrokontroler ESP32 berdaya rendah yang bertugas mendeteksi perubahan posisi tubuh pengguna. Energi alat bersumber dari baterai lithium-ion berkapasitas 2000mAh yang mampu bertahan hingga empat jam dan mudah diisi ulang.
Melalui teknologi sensor tersebut, PostureTrack memantau posisi tubuh pengguna secara langsung. Data yang dikumpulkan kemudian diproses oleh sistem adaptive machine learning yang mempelajari kebiasaan duduk masing-masing individu. Ketika alat mendeteksi adanya posisi tubuh yang tidak ergonomis dalam jangka waktu tertentu, modul vibrator akan mengirimkan peringatan berupa getaran lembut agar pengguna segera memperbaiki posturnya. Fitur inilah yang menjadikan PostureTrack berbeda dari alat sejenis ia belajar dan menyesuaikan diri dengan bentuk serta kebiasaan tubuh pengguna.
Lebih lanjut, PostureTrack terhubung dengan situs web khusus melalui konektivitas WiFi. Di sana, pengguna dapat memantau grafik postur tubuh, riwayat kebiasaan duduk, serta mendapatkan rekomendasi personal yang bisa digunakan untuk konsultasi dengan tenaga medis. Semua fitur ini dirancang untuk membantu pengguna memahami kebiasaan postur mereka secara lebih sadar dan ilmiah.
“PostureTrack tidak hanya mendeteksi posisi duduk yang salah, tetapi juga membantu membentuk kebiasaan postur yang benar,” ujar Afrizal, ketua tim pengembang, ketika ditemui pada Rabu (15/10/2025). Ia menambahkan, dengan integrasi sensor presisi, machine learning adaptif, dan teknologi IoT, PostureTrack diharapkan mampu menjadi solusi praktis dan edukatif dalam menjaga kesehatan tulang belakang masyarakat.
Inovasi ini tidak lahir begitu saja. PostureTrack mendapatkan dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) Tahun 2025. Dosen pembimbing, Ferry Hadary, S.T., M.T., dari Fakultas Teknik Elektro UNTAN, menyampaikan harapannya agar PostureTrack dapat menjadi solusi yang terjangkau bagi masyarakat luas, khususnya pekerja kantoran, pelajar, serta individu yang menghabiskan banyak waktu di depan layar.
“Pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan. PostureTrack kami harapkan menjadi mitra setia dalam menjaga postur tubuh yang sehat dan produktif,” ungkapnya.
Secara etis, PostureTrack juga telah mengantongi Keterangan Lolos Kaji Etik (Ethical Clearance) dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura berdasarkan tujuh standar WHO (2011). Tak hanya itu, tim pengembang secara rutin melakukan diskusi dan konsultasi dengan dr. Fajar Sholehudin Salim, Sp.OT, Spesialis Bedah Tulang RS UNTAN, untuk memastikan keamanan dan keakuratan desain alat dari aspek medis.
Melalui sinergi lintas disiplin ilmu antara teknik, informatika, dan kedokteran, PostureTrack menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antarbidang dapat menghasilkan inovasi yang tidak hanya berbasis riset, tetapi juga berdampak langsung bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Secara etis, PostureTrack juga telah mengantongi Keterangan Lolos Kaji Etik (Ethical Clearance) dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura berdasarkan tujuh standar WHO (2011). Tak hanya itu, tim pengembang secara rutin melakukan diskusi dan konsultasi dengan dr. Fajar Sholehudin Salim, Sp.OT, Spesialis Bedah Tulang RS UNTAN, untuk memastikan keamanan dan keakuratan desain alat dari aspek medis.
Melalui sinergi lintas disiplin ilmu antara teknik, informatika, dan kedokteran, PostureTrack menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antarbidang dapat menghasilkan inovasi yang tidak hanya berbasis riset, tetapi juga berdampak langsung bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Sementara itu, di tingkat nasional, semangat inovasi serupa juga digaungkan oleh Telkomsel melalui program NextDev Tahun ke-11, sebuah impact incubator yang sejak 2015 menjadi inisiatif CSR unggulan dalam memberdayakan technopreneurs muda Indonesia. Memasuki dekade keduanya, NextDev hadir dengan fokus baru bertajuk AI-Powered Innovation Curriculum, sebuah kurikulum yang dirancang untuk mendorong para inovator menciptakan solusi digital berbasis kecerdasan buatan yang berdampak nyata bagi masyarakat dan lingkungan.
Vice President Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel, Abdullah Fahmi, menjelaskan bahwa NextDev berkomitmen menjadi wadah pengembangan technopreneurs Indonesia agar mampu melahirkan solusi digital yang inovatif dan berdaya guna. “Telkomsel bangga mempersembahkan NextDev Tahun ke-11 dengan fokus pada AI-Powered Innovation Curriculum. Kami terus konsisten mendorong inovasi berbasis data yang memberikan manfaat bagi industri dan masyarakat, serta memperkuat ekosistem digital Indonesia,” ujarnya.
Salah satu alumni NextDev, M. Ihsan Firdaus, yang kini menjadi Founder Startup Smartcoop, mengakui peran besar program ini dalam membentuk ekosistem technopreneurs di Indonesia. “NextDev telah menjadi katalis penting bagi kami. Kami berharap program ini terus relevan dan adaptif dalam menjawab tantangan masa depan,” tuturnya.
NextDev Tahun ke-11 kini tengah memasuki fase scouting, yang dimulai sejak September hingga Desember 2025, dengan kegiatan roadshow di beberapa kota besar seperti Bandung, Makassar, Medan, dan Bali. Para peserta akan mengikuti sesi pembinaan, diskusi bersama para ahli, hingga pitching untuk memperebutkan tempat di tahap inkubasi intensif (academy) pada Januari hingga April 2026. Puncaknya, NextDev Summit akan digelar pada April 2026 sebagai ajang pertemuan antara finalis, investor, dan pelaku industri digital nasional.
Dengan semangat yang sama, baik PostureTrack maupun NextDev menunjukkan bahwa kecerdasan buatan (AI) kini bukan sekadar tren teknologi, melainkan alat untuk menciptakan dampak sosial dan kesehatan yang nyata. Dari ruang kampus hingga inkubator nasional, inovasi terus tumbuh, menandai babak baru bagi Indonesia menuju masa depan digital yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli manusia.(*/Red)
Vice President Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel, Abdullah Fahmi, menjelaskan bahwa NextDev berkomitmen menjadi wadah pengembangan technopreneurs Indonesia agar mampu melahirkan solusi digital yang inovatif dan berdaya guna. “Telkomsel bangga mempersembahkan NextDev Tahun ke-11 dengan fokus pada AI-Powered Innovation Curriculum. Kami terus konsisten mendorong inovasi berbasis data yang memberikan manfaat bagi industri dan masyarakat, serta memperkuat ekosistem digital Indonesia,” ujarnya.
Salah satu alumni NextDev, M. Ihsan Firdaus, yang kini menjadi Founder Startup Smartcoop, mengakui peran besar program ini dalam membentuk ekosistem technopreneurs di Indonesia. “NextDev telah menjadi katalis penting bagi kami. Kami berharap program ini terus relevan dan adaptif dalam menjawab tantangan masa depan,” tuturnya.
NextDev Tahun ke-11 kini tengah memasuki fase scouting, yang dimulai sejak September hingga Desember 2025, dengan kegiatan roadshow di beberapa kota besar seperti Bandung, Makassar, Medan, dan Bali. Para peserta akan mengikuti sesi pembinaan, diskusi bersama para ahli, hingga pitching untuk memperebutkan tempat di tahap inkubasi intensif (academy) pada Januari hingga April 2026. Puncaknya, NextDev Summit akan digelar pada April 2026 sebagai ajang pertemuan antara finalis, investor, dan pelaku industri digital nasional.
Dengan semangat yang sama, baik PostureTrack maupun NextDev menunjukkan bahwa kecerdasan buatan (AI) kini bukan sekadar tren teknologi, melainkan alat untuk menciptakan dampak sosial dan kesehatan yang nyata. Dari ruang kampus hingga inkubator nasional, inovasi terus tumbuh, menandai babak baru bagi Indonesia menuju masa depan digital yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli manusia.(*/Red)



