JAKARTA, KP – Di era ketika teknologi semakin meresap ke kehidupan sehari-hari, masyarakat dihadapkan pada tantangan baru yang tak bisa dianggap remeh: penipuan digital berbasis kecerdasan buatan. Teknologi seperti deepfake, pengambilalihan akun (account takeover/ATO), dan serangan phishing kini bukan lagi bayang-bayang masa depan, tetapi kenyataan yang sudah menelan banyak korban. Menanggapi situasi ini, VIDA, penyedia layanan identitas digital terkemuka di Indonesia, menghadirkan sebuah inisiatif edukatif berskala nasional yang diberi nama Where’s The Fraud Hub.
Platform ini dirancang sebagai pusat pembelajaran interaktif yang bertujuan membekali masyarakat dengan pemahaman dan keterampilan dalam mendeteksi serta mencegah berbagai modus penipuan digital yang kian canggih. Melalui pendekatan berbasis literasi digital, Where’s The Fraud Hub tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga memberikan panduan nyata dalam menghadapi ancaman digital yang tak mengenal batas usia maupun latar belakang sosial.
Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, menegaskan bahwa ancaman penipuan digital yang melibatkan teknologi AI bukan lagi sekadar teori, melainkan sudah menjadi fenomena global yang menuntut kewaspadaan serius. Menurutnya, edukasi publik adalah kunci utama untuk memutus rantai penyebaran kejahatan digital yang semakin licik. “Penipuan berbasis AI bukan lagi bayang-bayang masa depan, melainkan ancaman nyata yang tengah kita hadapi. Kami percaya bahwa edukasi adalah kunci utama dalam memerangi penipuan yang semakin canggih. Melalui Where’s The Fraud Hub, VIDA menyediakan wawasan real-time, analisis tren, dan literasi publik untuk melindungi identitas digital masyarakat,” ujar Niki.
Upaya VIDA ini bukan dilakukan tanpa dasar. Dalam laporan riset bertajuk Where’s The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud yang dirilis tahun 2024, ditemukan bahwa sebanyak 97% perusahaan di Indonesia mengalami serangan pengambilalihan akun dalam satu tahun terakhir. Lebih mencengangkan lagi, 84% dari kasus tersebut disebabkan oleh kelemahan pada sistem autentikasi melalui SMS OTP. Fakta ini menunjukkan bahwa bahaya bisa muncul dari hal yang selama ini dianggap sepele, seperti membagikan kode OTP atau menjawab panggilan video mencurigakan yang menyamar sebagai kerabat.
Lewat Where’s The Fraud Hub, VIDA menawarkan berbagai konten edukatif yang mudah diakses publik. Mulai dari white paper, studi kasus penipuan, hingga video edukatif yang dikemas dengan bahasa populer dan mudah dicerna. Seluruh materi ini dirancang agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton di tengah gempuran serangan digital, tetapi juga mampu mengenali, memahami, dan mencegah risiko sejak dini.
Peluncuran platform edukatif ini juga mendapat dukungan dari sejumlah institusi penting di Indonesia. VIDA menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sebagai bagian dari kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat ketahanan digital nasional. Sinergi ini menunjukkan bahwa pencegahan penipuan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi membutuhkan keterlibatan semua elemen, mulai dari regulator hingga pelaku industri.
Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Teguh Arifiyadi, turut menyampaikan apresiasinya terhadap langkah yang diambil VIDA. Dalam acara peluncuran Where’s The Fraud Hub dan fitur Magic Scan VIDA pada 24 Mei lalu, Teguh menekankan bahwa lebih dari 90% serangan penipuan digital di Indonesia berasal dari teknik manipulasi sosial seperti rekayasa sosial dan phishing. Serangan semacam ini sangat berbahaya karena mengeksploitasi celah terbesar: rendahnya literasi digital masyarakat.
"Serangan bisa datang dari mana saja dan menyasar siapa saja. Bagi kami, aspek paling penting adalah bagaimana sebuah perusahaan memitigasi risikonya dan memiliki sistem backup yang kuat. VIDA, sebagai penyelenggara PSrE, memegang peran penting dalam melakukan verifikasi identitas yang akurat demi mencegah bahaya penipuan digital yang kini makin canggih, terlebih dengan adanya dorongan teknologi AI," kata Teguh.
Inisiatif VIDA ini tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan terpercaya. Sebagai Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) yang diakui oleh pemerintah melalui Komdigi dan OJK, VIDA telah menunjukkan komitmen kuat untuk terus berinovasi dan menyesuaikan layanan mereka dengan perkembangan ancaman digital global.
Melalui Where’s The Fraud Hub, VIDA ingin menciptakan masyarakat yang tidak sekadar melek teknologi, tetapi juga memiliki kesadaran kritis terhadap berbagai potensi manipulasi digital. Platform ini hadir untuk menjembatani kesenjangan literasi antara pesatnya perkembangan teknologi dan kemampuan masyarakat dalam menghadapinya. Di tengah semakin maraknya video panggilan palsu yang memanfaatkan deepfake untuk menipu, atau pesan teks yang memancing pengguna membocorkan data penting, edukasi publik menjadi alat terkuat untuk melawan.
Ke depan, VIDA berencana memperluas cakupan kampanye ini dengan melibatkan komunitas, institusi pendidikan, serta sektor swasta dalam memperkuat garda terdepan perlindungan identitas digital. Sebab dalam dunia maya yang semakin terintegrasi dengan kehidupan nyata, menjaga keamanan digital tak kalah penting dari menjaga keamanan fisik.
Dengan peluncuran Where’s The Fraud Hub, VIDA membuktikan bahwa upaya melawan kejahatan digital tidak harus bersifat teknis semata. Edukasi, kolaborasi, dan keterbukaan informasi menjadi fondasi penting untuk membentuk masyarakat digital yang cerdas dan tahan terhadap segala bentuk penipuan yang terus berevolusi.(*/Red)
Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, menegaskan bahwa ancaman penipuan digital yang melibatkan teknologi AI bukan lagi sekadar teori, melainkan sudah menjadi fenomena global yang menuntut kewaspadaan serius. Menurutnya, edukasi publik adalah kunci utama untuk memutus rantai penyebaran kejahatan digital yang semakin licik. “Penipuan berbasis AI bukan lagi bayang-bayang masa depan, melainkan ancaman nyata yang tengah kita hadapi. Kami percaya bahwa edukasi adalah kunci utama dalam memerangi penipuan yang semakin canggih. Melalui Where’s The Fraud Hub, VIDA menyediakan wawasan real-time, analisis tren, dan literasi publik untuk melindungi identitas digital masyarakat,” ujar Niki.
Upaya VIDA ini bukan dilakukan tanpa dasar. Dalam laporan riset bertajuk Where’s The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud yang dirilis tahun 2024, ditemukan bahwa sebanyak 97% perusahaan di Indonesia mengalami serangan pengambilalihan akun dalam satu tahun terakhir. Lebih mencengangkan lagi, 84% dari kasus tersebut disebabkan oleh kelemahan pada sistem autentikasi melalui SMS OTP. Fakta ini menunjukkan bahwa bahaya bisa muncul dari hal yang selama ini dianggap sepele, seperti membagikan kode OTP atau menjawab panggilan video mencurigakan yang menyamar sebagai kerabat.
Lewat Where’s The Fraud Hub, VIDA menawarkan berbagai konten edukatif yang mudah diakses publik. Mulai dari white paper, studi kasus penipuan, hingga video edukatif yang dikemas dengan bahasa populer dan mudah dicerna. Seluruh materi ini dirancang agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton di tengah gempuran serangan digital, tetapi juga mampu mengenali, memahami, dan mencegah risiko sejak dini.
Peluncuran platform edukatif ini juga mendapat dukungan dari sejumlah institusi penting di Indonesia. VIDA menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sebagai bagian dari kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat ketahanan digital nasional. Sinergi ini menunjukkan bahwa pencegahan penipuan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi membutuhkan keterlibatan semua elemen, mulai dari regulator hingga pelaku industri.
Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Teguh Arifiyadi, turut menyampaikan apresiasinya terhadap langkah yang diambil VIDA. Dalam acara peluncuran Where’s The Fraud Hub dan fitur Magic Scan VIDA pada 24 Mei lalu, Teguh menekankan bahwa lebih dari 90% serangan penipuan digital di Indonesia berasal dari teknik manipulasi sosial seperti rekayasa sosial dan phishing. Serangan semacam ini sangat berbahaya karena mengeksploitasi celah terbesar: rendahnya literasi digital masyarakat.
"Serangan bisa datang dari mana saja dan menyasar siapa saja. Bagi kami, aspek paling penting adalah bagaimana sebuah perusahaan memitigasi risikonya dan memiliki sistem backup yang kuat. VIDA, sebagai penyelenggara PSrE, memegang peran penting dalam melakukan verifikasi identitas yang akurat demi mencegah bahaya penipuan digital yang kini makin canggih, terlebih dengan adanya dorongan teknologi AI," kata Teguh.
Inisiatif VIDA ini tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan terpercaya. Sebagai Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) yang diakui oleh pemerintah melalui Komdigi dan OJK, VIDA telah menunjukkan komitmen kuat untuk terus berinovasi dan menyesuaikan layanan mereka dengan perkembangan ancaman digital global.
Melalui Where’s The Fraud Hub, VIDA ingin menciptakan masyarakat yang tidak sekadar melek teknologi, tetapi juga memiliki kesadaran kritis terhadap berbagai potensi manipulasi digital. Platform ini hadir untuk menjembatani kesenjangan literasi antara pesatnya perkembangan teknologi dan kemampuan masyarakat dalam menghadapinya. Di tengah semakin maraknya video panggilan palsu yang memanfaatkan deepfake untuk menipu, atau pesan teks yang memancing pengguna membocorkan data penting, edukasi publik menjadi alat terkuat untuk melawan.
Ke depan, VIDA berencana memperluas cakupan kampanye ini dengan melibatkan komunitas, institusi pendidikan, serta sektor swasta dalam memperkuat garda terdepan perlindungan identitas digital. Sebab dalam dunia maya yang semakin terintegrasi dengan kehidupan nyata, menjaga keamanan digital tak kalah penting dari menjaga keamanan fisik.
Dengan peluncuran Where’s The Fraud Hub, VIDA membuktikan bahwa upaya melawan kejahatan digital tidak harus bersifat teknis semata. Edukasi, kolaborasi, dan keterbukaan informasi menjadi fondasi penting untuk membentuk masyarakat digital yang cerdas dan tahan terhadap segala bentuk penipuan yang terus berevolusi.(*/Red)