PONTIANAK, KP – Upaya penguatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kalimantan Barat dinilai tidak lagi bisa mengandalkan pendekatan konvensional. Transformasi digital di lingkungan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) harus diarahkan pada sistem yang terstandar, terintegrasi, dan berkelanjutan agar mampu menjawab tantangan kepatuhan wajib pajak yang semakin kompleks.
Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat, Rudy M. Harahap, dalam Rapat Pembinaan dan Evaluasi Pelayanan Samsat se-Kalimantan Barat yang digelar di Aula Lantai 3 Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Kalimantan Barat, Kamis (11/12). Dalam kegiatan itu, Rudy didampingi Koordinator Pengawasan Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah (APD), Aunurrofik.
Rudy menegaskan bahwa transformasi digital Samsat tidak boleh berhenti pada sekadar respons terhadap masukan pengguna. Menurutnya, sistem harus dirancang sejak awal dengan standar yang jelas, mudah dikembangkan, serta terintegrasi dengan infrastruktur pendukung seperti billing generator dan konektivitas dengan ekosistem lokapasar atau e-commerce, sehingga masyarakat semakin dimudahkan dalam memenuhi kewajiban pajak.
Ia menilai, optimalisasi PAD sangat bergantung pada kualitas dan integritas basis data yang digunakan pemerintah daerah. “Kita perlu menyadari bahwa efektivitas pemungutan pajak sangat bergantung pada integritas basis data yang kita miliki. Saat ini, tantangan terbesar kita adalah masih banyaknya data wajib pajak yang belum terstandardisasi dan tidak sesuai dengan ketentuan kependudukan,” jelas Rudy.
Menurutnya, tanpa desain basis data dan alur proses bisnis yang terdokumentasi dengan baik, risiko gangguan terhadap keberlangsungan layanan akan tetap tinggi. Kondisi tersebut diperparah oleh lemahnya aspek pengendalian dan keamanan sistem informasi Samsat di Kalimantan Barat.
“Kita belum memiliki Disaster Recovery Plan (DRP) dan hanya mengandalkan satu lokasi server tanpa cadangan. Ini dapat menimbulkan titik kegagalan tunggal yang dapat melumpuhkan seluruh layanan jika terjadi gangguan atau bencana,” tegasnya.
Dalam konteks peningkatan PAD, Rudy juga mendorong pemerintah daerah untuk mulai mengadopsi pendekatan Tax Intelligence. Menurutnya, strategi ini bersifat proaktif dengan mengedepankan pencarian dan analisis informasi guna menekan praktik penghindaran dan penggelapan pajak. “Ini adalah langkah proaktif untuk mencari dan menganalisis informasi guna menanggulangi penghindaran maupun penggelapan pajak,” ujarnya.
Ia menambahkan, analisis intelijen juga dapat dimanfaatkan untuk menggali potensi pajak dari barang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk mendeteksi kendaraan luar daerah yang beroperasi di Kalimantan Barat tetapi belum memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah.
Sebagai langkah pendukung, Rudy menyarankan pemanfaatan teknologi pembayaran seperti QRIS dinamis untuk meningkatkan efisiensi transaksi, serta penguatan sosialisasi kepada masyarakat melalui pelibatan influencer lokal. Selain itu, pemanfaatan jaringan internet satelit dinilai penting untuk menjangkau daerah-daerah terpencil agar layanan Samsat benar-benar hadir lebih dekat dengan masyarakat.
Dengan penguatan infrastruktur, tata kelola data yang andal, serta penerapan Tax Intelligence, BPKP Kalimantan Barat berharap transformasi digital Samsat dapat menjadi fondasi kuat dalam meningkatkan PAD sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan publik di daerah.(*/Red)
Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat, Rudy M. Harahap, dalam Rapat Pembinaan dan Evaluasi Pelayanan Samsat se-Kalimantan Barat yang digelar di Aula Lantai 3 Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Kalimantan Barat, Kamis (11/12). Dalam kegiatan itu, Rudy didampingi Koordinator Pengawasan Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah (APD), Aunurrofik.
Rudy menegaskan bahwa transformasi digital Samsat tidak boleh berhenti pada sekadar respons terhadap masukan pengguna. Menurutnya, sistem harus dirancang sejak awal dengan standar yang jelas, mudah dikembangkan, serta terintegrasi dengan infrastruktur pendukung seperti billing generator dan konektivitas dengan ekosistem lokapasar atau e-commerce, sehingga masyarakat semakin dimudahkan dalam memenuhi kewajiban pajak.
Ia menilai, optimalisasi PAD sangat bergantung pada kualitas dan integritas basis data yang digunakan pemerintah daerah. “Kita perlu menyadari bahwa efektivitas pemungutan pajak sangat bergantung pada integritas basis data yang kita miliki. Saat ini, tantangan terbesar kita adalah masih banyaknya data wajib pajak yang belum terstandardisasi dan tidak sesuai dengan ketentuan kependudukan,” jelas Rudy.
Menurutnya, tanpa desain basis data dan alur proses bisnis yang terdokumentasi dengan baik, risiko gangguan terhadap keberlangsungan layanan akan tetap tinggi. Kondisi tersebut diperparah oleh lemahnya aspek pengendalian dan keamanan sistem informasi Samsat di Kalimantan Barat.
“Kita belum memiliki Disaster Recovery Plan (DRP) dan hanya mengandalkan satu lokasi server tanpa cadangan. Ini dapat menimbulkan titik kegagalan tunggal yang dapat melumpuhkan seluruh layanan jika terjadi gangguan atau bencana,” tegasnya.
Dalam konteks peningkatan PAD, Rudy juga mendorong pemerintah daerah untuk mulai mengadopsi pendekatan Tax Intelligence. Menurutnya, strategi ini bersifat proaktif dengan mengedepankan pencarian dan analisis informasi guna menekan praktik penghindaran dan penggelapan pajak. “Ini adalah langkah proaktif untuk mencari dan menganalisis informasi guna menanggulangi penghindaran maupun penggelapan pajak,” ujarnya.
Ia menambahkan, analisis intelijen juga dapat dimanfaatkan untuk menggali potensi pajak dari barang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk mendeteksi kendaraan luar daerah yang beroperasi di Kalimantan Barat tetapi belum memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah.
Sebagai langkah pendukung, Rudy menyarankan pemanfaatan teknologi pembayaran seperti QRIS dinamis untuk meningkatkan efisiensi transaksi, serta penguatan sosialisasi kepada masyarakat melalui pelibatan influencer lokal. Selain itu, pemanfaatan jaringan internet satelit dinilai penting untuk menjangkau daerah-daerah terpencil agar layanan Samsat benar-benar hadir lebih dekat dengan masyarakat.
Dengan penguatan infrastruktur, tata kelola data yang andal, serta penerapan Tax Intelligence, BPKP Kalimantan Barat berharap transformasi digital Samsat dapat menjadi fondasi kuat dalam meningkatkan PAD sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan publik di daerah.(*/Red)


