PONTIANAK,KP - Pengelolaan fiskal di Kalimantan Barat sepanjang tahun 2025 menunjukkan arah yang semakin solid dan adaptif. Hal ini tercermin dari paparan Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Kalimantan Barat bersama Kementerian Keuangan dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi September yang digelar di Pontianak. Dalam forum tersebut dijelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di wilayah Kalbar hingga 31 Agustus 2025 tetap menjadi instrumen vital dalam menjaga stabilitas perekonomian sekaligus menggerakkan kesejahteraan masyarakat, kendati terjadi sedikit kontraksi pada sisi pendapatan.
Total pendapatan negara tercatat sebesar Rp7,64 triliun atau terkontraksi 0,54 persen secara tahunan, sementara belanja negara mencapai Rp18,59 triliun dan mengalami penurunan 8,84 persen (yoy). Meski demikian, penurunan belanja justru mencerminkan peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara. “Saat ini belanja dikelola semakin efektif dan tepat sasaran untuk berkontribusi penuh terhadap perekonomian di Kalimantan Barat,” tegas Kepala Kanwil DJPb Kalbar, Rahmat Mulyono.
Pada sisi penerimaan, kinerja pajak mencatat realisasi Rp6,15 triliun atau 54,74 persen dari target, terkoreksi 5,04 persen akibat penyesuaian administrasi perpajakan yang mengalihkan kewajiban dari kantor cabang ke kantor sesuai NPWP induk wajib pajak. Sebaliknya, sektor kepabeanan dan cukai menunjukkan lonjakan impresif. Realisasi penerimaan Bea dan Cukai mencapai Rp419,54 miliar atau 157,79 persen dari target, tumbuh 120,02 persen secara tahunan. Lonjakan tertinggi terjadi pada Bea Keluar yang melesat hingga 328,03 persen seiring tingginya tarif CPO sepanjang tahun. Produksi rokok yang meningkat dan beroperasinya dua pabrik baru juga turut mendongkrak penerimaan cukai.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pun bergerak positif dengan realisasi hampir menyentuh 99 persen dari target. Pos terbesar berasal dari Pendapatan Badan Layanan Umum yang tumbuh 10,27 persen dan Pendapatan PNBP Lainnya yang meningkat 4,18 persen. Optimalisasi pengelolaan Barang Milik Negara berstatus idle menjadi faktor penting dalam mendorong peningkatan PNBP tersebut.
Di sisi belanja, alokasi untuk pemerintah pusat mencapai Rp4,95 triliun atau 50,09 persen dari pagu, sementara Transfer ke Daerah (TKD) telah tersalurkan Rp13,64 triliun atau 61,67 persen.
Pemerintah Provinsi Kalbar menjadi penerima TKD terbesar, terutama dari Dana Alokasi Umum yang mencapai Rp1,44 triliun. Penyaluran TKD ini memperkuat APBD sebagai instrumen fiskal daerah, terlihat dari realisasi pendapatan daerah konsolidasi yang mencapai Rp15,29 triliun dan belanja Rp12,29 triliun. Meski surplus tercatat Rp2,99 triliun dan SiLPA Rp3,59 triliun, sebagian dana transfer dari pemerintah pusat masih belum dibelanjakan secara optimal oleh pemerintah daerah.
Namun manfaat APBN terasa nyata di berbagai sektor. Penyaluran Tunjangan Profesi Guru telah mencapai Rp691,98 miliar dan mengalir kepada lebih dari 60 ribu tenaga pendidik. Program Makan Bergizi Gratis juga berjalan masif di 233 Satuan Penyedia Pangan Gizi dengan penerima manfaat mencapai 559.239 orang.
Di sektor perumahan, program FLPP berhasil membiayai 5.379 unit rumah senilai Rp698,25 miliar, dengan Kabupaten Kubu Raya menjadi penerima terbesar. Fasilitas pembiayaan usaha pun terus digulirkan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mencapai Rp2,84 triliun kepada 38.160 debitur, serta pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang mengalir Rp111,96 miliar kepada 23.479 pelaku usaha kecil.
Dari sisi makroekonomi, Kalimantan Barat menunjukkan ketahanan yang kuat. Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 mencapai 5,59 persen secara tahunan, sementara inflasi tetap terkendali di angka 2,13 persen. Indikator sosial juga mencatat tren positif dengan tingkat kemiskinan 6,16 persen dan pengangguran 4,23 persen, keduanya lebih rendah dari rata-rata nasional. Surplus perdagangan Juli 2025 yang mencapai US$96,35 juta semakin menegaskan daya saing produk unggulan daerah. Nilai Tukar Petani pun melesat hingga 167,85, tertinggi di Kalimantan sekaligus melampaui nasional, meski kesejahteraan nelayan yang tercermin dari NTN 101,14 masih membutuhkan perhatian.
Keseluruhan capaian tersebut menegaskan bahwa APBN di Kalimantan Barat tidak hanya menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi yang menghadirkan manfaat langsung bagi masyarakat. Dengan tata kelola belanja yang semakin efektif, Kalimantan Barat melangkah lebih mantap menuju pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.(*/Red)

