JAKARTA, KP – PT Pupuk Indonesia (Persero) menegaskan komitmennya mendukung ketahanan pangan nasional dengan memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pupuk bagi petani. Salah satu langkah strategis yang kini ditempuh adalah revitalisasi industri pupuk, melalui modernisasi pabrik tua hingga pembangunan pabrik baru agar produksi lebih efisien dan berkelanjutan.
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa mayoritas pabrik urea yang dimiliki perusahaan sudah berusia lanjut dan boros energi. Dari total 15 pabrik, delapan di antaranya telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Kondisi ini membuat konsumsi gas untuk memproduksi satu ton urea mencapai 28 MMBTU, bahkan bisa menembus 32,2 MMBTU pada pabrik yang sudah terlalu tua. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan standar global.
“Ke depan kami akan melakukan revitalisasi, karena pabrik-pabrik kami sudah tua. Kami sudah lama tidak melakukan pembangunan pabrik sejak tahun 2003,” ujar Rahmad di Jakarta. Ia menekankan bahwa efisiensi energi menjadi kunci untuk menekan biaya produksi sehingga harga pupuk, baik subsidi maupun nonsubsidi, tetap terjangkau bagi petani.
Melalui program revitalisasi ini, konsumsi gas di lingkungan Pupuk Indonesia ditargetkan turun menjadi 25 MMBTU per ton urea pada 2035. Dengan efisiensi tersebut, biaya produksi dapat ditekan sekaligus memperkuat kontinuitas pasokan pupuk bagi petani. “Pak Prabowo menempatkan ketahanan pangan sebagai fundamental utama dan kami bersemangat untuk terus mendukung agenda nasional ini,” kata Rahmad.
Sebagai bagian dari strategi besar itu, Pupuk Indonesia telah memulai pembangunan Pabrik Pusri IIIB melalui anak usahanya, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang. Pabrik baru yang ditargetkan rampung pada 2027 ini akan menggantikan pabrik lama sekaligus menghadirkan infrastruktur modern dengan konsumsi gas hanya 21,7 MMBTU per ton urea. Angka ini jauh lebih efisien dibandingkan rata-rata pabrik lama, setara dengan penghematan biaya produksi sekitar Rp1,5 triliun per tahun.
“Kami sedang membangun satu pabrik bernama Pusri IIIB yang akan menggantikan pabrik yang sudah tua. Keberadaan pabrik ini akan menjadikan Pusri sebagai perusahaan pupuk tertua, tetapi dengan rata-rata umur pabrik yang paling muda dan paling efisien,” ujar Rahmad.
Langkah revitalisasi ini tidak hanya menjawab tantangan industri pupuk nasional, tetapi juga menegaskan peran Pupuk Indonesia sebagai garda terdepan dalam menjaga ketahanan pangan yang berkelanjutan di Indonesia.(*/Red)