PONTIANAK, KP – Pengawasan obat dan makanan tidak cukup dilakukan hanya dengan menjalankan prosedur formal. Lebih dari itu, dibutuhkan kesadaran dan budaya risiko agar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mampu melindungi masyarakat dari potensi bahaya sejak dini.
Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan BPKP Kalimantan Barat, Rudy M. Harahap, dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Manajemen Risiko Balai Besar POM Pontianak 2025 yang berlangsung di kantor BBPOM Pontianak, akhir Agustus lalu. Acara tersebut mengusung tema “Manajemen Risiko: Sadarkan Budaya Risiko” dengan tujuan memperkuat tata kelola pengawasan obat dan makanan di Kalbar.
Rudy menjelaskan, budaya sadar risiko menjadi kunci di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap obat dan makanan yang aman, bermutu, dan bermanfaat. “Budaya sadar risiko penting untuk kita tanamkan, bukan hanya dalam level kebijakan, tetapi juga dalam praktik sehari-hari,” ujarnya.
Menurutnya, manajemen risiko akan membantu BPOM mengantisipasi, mencegah, dan meminimalisir potensi masalah sebelum terjadi. Apalagi, pengawasan obat dan makanan merupakan rangkaian panjang mulai dari produksi, perizinan, distribusi, hingga pengawasan pasca-edar. “Jika salah satu mata rantai ini lemah, risiko terhadap kesehatan masyarakat akan meningkat. Karena itu, penerapan manajemen risiko harus berjalan konsisten dan terintegrasi,” tegas Rudy.
Ia menekankan, kesadaran akan risiko bukan dimaksudkan untuk menambah beban organisasi, melainkan untuk memperkuat sistem pengendalian, meningkatkan koordinasi, serta memastikan setiap lini memiliki peran dalam melindungi masyarakat.
Rudy juga mengingatkan bahwa risiko dalam pengawasan obat dan makanan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga meluas pada aspek koordinasi lintas instansi, potensi tumpang tindih kewenangan, hingga ancaman penyuapan dan tekanan dari pihak-pihak yang melanggar aturan. Karena itu, sinergi dengan berbagai pihak seperti Dinas Kesehatan, Satpol PP, Kepolisian, Kejaksaan, hingga Badan Standardisasi Nasional mutlak diperlukan.
“Manajemen risiko adalah soal budaya kerja yang harus kita tanamkan bersama agar pengawasan obat dan makanan semakin akuntabel, transparan, dan efektif dalam melindungi masyarakat,” tutupnya.(*/Red)