Diduga Intervensi TPP dan Langgar AD/ART, Musorkot KONI Pontianak 2025 Terancam Kehilangan Legitimasi


PONTIANAK, KP – Ketua Umum KONI Kota Pontianak, H. Nanang Setiabudi, dinilai telah kehilangan sikap kenegarawanan dan netralitas sebagai pemimpin organisasi olahraga. Menjelang pelaksanaan Musyawarah Olahraga Kota (Musorkot) KONI Pontianak Tahun 2025, rangkaian kebijakan yang diambil justru disebut semakin brutal, sepihak, dan sarat kepentingan, serta diduga kuat melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta Pedoman Organisasi (PO) KONI.

Alih-alih menjaga Musorkot sebagai forum tertinggi dan suci dalam tata kelola olahraga, Ketua Umum KONI Kota Pontianak justru dinilai melakukan penggiringan, pemaksaan kehendak, dan intervensi terbuka terhadap berbagai mekanisme organisasi. Sejumlah keputusan strategis dikeluarkan tanpa melalui rapat resmi, menabrak prosedur, dan mengabaikan prinsip kolektif kolegial yang diatur tegas dalam AD/ART.

Salah satu tindakan yang menuai kecaman keras adalah intervensi langsung terhadap hasil kerja Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) Musorkot. Padahal, TPP dibentuk secara sah dan bekerja berdasarkan mandat Musorkot, bukan di bawah kendali Ketua Umum KONI.

Sekretaris TPP Musorkot KONI Pontianak, Gusti Muhammad Karyadi, menegaskan bahwa apa yang dilakukan Ketua Umum KONI merupakan bentuk pembangkangan terhadap aturan organisasi.

"TPP adalah lembaga independen yang bekerja berdasarkan mandat Musorkot. Ketika hasil kerja TPP diintervensi dan dipaksakan untuk diubah tanpa forum rapat, itu bukan lagi pelanggaran ringan, tapi bentuk pengkhianatan terhadap AD/ART dan Pedoman Organisasi,” tegas Gusti.

Lebih jauh, kebijakan yang disebut sebagai pelanggaran paling telanjang dan mencederai rasa keadilan adalah dihilangkannya hak dua cabang olahraga sah, yakni Sepeda Sport dan Kempo, untuk menjadi peserta Musorkot KONI Pontianak 2025.

Kedua cabor tersebut telah mengantongi Surat Keputusan (SK) resmi dari Pengurus Provinsi (Pengprov) masing-masing, terdaftar sebagai anggota KONI Kota Pontianak yang sah, dan memenuhi seluruh persyaratan administratif. Namun, melalui serangkaian intrik dan alasan yang dinilai mengada-ada, Ketua Umum KONI Kota Pontianak justru menafikkan keabsahan keduanya secara sepihak.

“Ini bukan persoalan administrasi, ini adalah perampasan hak. Sepeda Sport dan Kempo adalah cabor sah. Menggugurkan hak mereka sebagai peserta Musorkot tanpa dasar hukum adalah pelanggaran serius dan terang-benderang terhadap AD/ART,” kata Gusti dengan nada keras.

Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya mencoreng kredibilitas Musorkot, tetapi juga menghancurkan prinsip demokrasi, transparansi, dan kesetaraan yang menjadi fondasi utama organisasi KONI.

“Musorkot bukan alat kekuasaan Ketua Umum. Jika cabor yang sah bisa disingkirkan demi kepentingan tertentu, maka Musorkot kehilangan legitimasi moral dan organisasional,” tambahnya.


Situasi ini memicu kemarahan dan keresahan luas di kalangan cabang olahraga anggota KONI Kota Pontianak. Banyak pihak menilai, jika praktik-praktik semacam ini terus dibiarkan, maka Musorkot 2025 berpotensi cacat hukum, sarat konflik, dan berujung pada delegitimasi hasil musyawarah.

Hingga berita ini diturunkan, Ketua Umum KONI Kota Pontianak, H. Nanang Setiabudi, masih memilih bungkam dan belum memberikan klarifikasi resmi atas tudingan intervensi, pengabaian hasil TPP, serta dugaan pelanggaran sistematis terhadap AD/ART KONI. 

Gusti Muhammad Karyadi,SH menyatakan bahwa Ketum KONI memutuskan sepihak tanpa pleno pengurus dan intervensi TPP. 
Rapat ferivikasi TPP sampai hari ini belum d laksanakan sesuai jadwal yaitu tgl 17 Desember 2025, terhalang dengan intervensi Ketum KONI
 dan mengabaikan surat dari cabor Balap sepeda dan Perkemi.
Ketidak konsistennya KONI bahwa Cabor yg sudah d masukan di list undangan kemudian dikeluarkan dari daftar list undangan dengan sepihak. 

Muskorkot Bukan Jalan Pintas Kekuasaan: Menjaga Etika, Marwah, dan Akal Sehat Olahraga Kota

Rudi Agus Haryanto, SH., 
Pengamat dan Pengurus Olahraga di Pontianak menyatakan bahwa pelaksanaan Musyawarah Olahraga Kota (Muskorkot) KONI Kota Pontianak Tahun 2025, yang dijadwalkan berlangsung pada Sabtu, 30 Desember 2025 yang rencananya berlangsung di Aula Rumah Jabatan Wali Kota Pontianak, dinamika yang berkembang di tubuh olahraga kota ini layak disikapi dengan kewaspadaan kolektif.

"Muskorkot sejatinya bukan sekadar agenda rutin organisasi. Ia adalah ruang etik, tempat nilai-nilai sportivitas, kejujuran, dan kebersamaan diuji, bukan hanya di arena pertandingan, tetapi di ruang musyawarah. 

"Di sanalah arah pembinaan prestasi, keberpihakan kepada atlet, serta masa depan olahraga Kota Pontianak dipertaruhkan.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, saya mencermati fenomena yang mengusik nalar sehat insan olahraga. Muncul figur-figur yang tiba-tiba hadir dengan intensitas tinggi, menyatakan kepedulian besar terhadap KONI dan olahraga kota, padahal sebelumnya lama tidak terlibat aktif, bahkan vakum dari denyut kepengurusan selama bertahun-tahun," paparnya. 

Aktivisme mendadak tentu bukan kesalahan dalam demokrasi organisasi. Setiap orang berhak berkontribusi. Akan tetapi, pertanyaan pentingnya adalah: dengan cara apa kontribusi itu dijalankan, dan untuk tujuan siapa?
Gejala yang muncul belakangan justru memperlihatkan kecenderungan pendekatan non-etis. 
Saya menerima banyak cerita dari pengurus cabang olahraga yang merasakan adanya tekanan moral dan psikologis, baik secara langsung maupun melalui perantara. 

Tekanan yang disampaikan secara halus, namun sarat pesan; seolah-olah dukungan adalah kewajiban, bukan pilihan.
Relasi seperti ini jelas tidak sehat. Cabang olahraga bukan objek mobilisasi, melainkan subjek utama dalam ekosistem KONI. 
Jika suara cabor dibangun melalui rasa sungkan, takut, atau intimidasi terselubung, maka Muskorkot telah kehilangan ruh musyawarahnya.

Lebih jauh, isu mengenai penggunaan dana dan fasilitas KONI yang diduga diarahkan untuk kepentingan personal menjelang Muskorkot menjadi alarm serius. KONI bukan panggung kampanye. Setiap fasilitas, anggaran, dan simbol organisasi melekat pada amanah atlet, bukan pada ambisi individu.

Jika benar ada praktik yang mencampuradukkan kepentingan organisasi dengan kepentingan pencalonan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya etika, tetapi kepercayaan publik olahraga secara keseluruhan. 

Kita harus jujur mengakui: kerusakan organisasi seringkali dimulai dari pembiaran-pembiaran kecil.

Fenomena lain yang tak kalah memprihatinkan adalah membawa-bawa nama pejabat, bahkan keluarga pejabat, untuk membangun kesan legitimasi dan kekuatan. 
Dalam bahasa yang lebih lugas, ini adalah upaya menciptakan bayang-bayang kekuasaan di ruang olahraga.

Padahal, olahraga harus berdiri tegak dan independen. Dukungan pemerintah tentu penting, namun menjadikan nama pejabat sebagai alat tekanan atau jualan pengaruh adalah praktik yang tidak dewasa dan berpotensi mencederai relasi sehat antara olahraga dan pemerintahan.

Menjadi Ketua KONI, atau pengurus KON, bukanlah soal popularitas sesaat menjelang Muskorkot. Ia adalah kerja sunyi yang menuntut konsistensi, keberanian mengambil keputusan tidak populer, serta kesetiaan mendampingi atlet bahkan saat tidak ada sorotan dan panggung.

Kepemimpinan olahraga tidak lahir dari baliho, jamuan, atau pertemuan elitis. Ia lahir dari rekam jejak, dari kesediaan hadir saat cabor kesulitan, dari kemampuan merangkul tanpa menekan, serta dari keberanian menolak cara-cara yang tidak bermartabat.

Saya percaya, pengurus cabang olahraga di Kota Pontianak bukan orang-orang yang mudah terpesona oleh gemerlap kekuasaan sesaat. 
Mereka adalah pejuang olahraga yang paham betul bahwa prestasi tidak dibangun dengan intrik, tetapi dengan kerja panjang, kejujuran, dan kesabaran.

Karena itu, Muskorkot KONI Kota Pontianak 2025 harus dikembalikan ke khitahnya: forum tertinggi olahraga kota, bukan jalan pintas menuju kekuasaan organisasi. Siapa pun yang terpilih nanti, harus lahir dari proses yang bersih, adil, dan bermartabat.

Jika sejak awal kita menghalalkan cara, maka jangan heran jika ke depan atlet kembali menjadi korban, kekurangan perhatian, minim fasilitas, dan dijadikan alat legitimasi semata.

Olahraga mengajarkan kita satu hal mendasar: menang dengan cara tidak terhormat sejatinya adalah kekalahan. 

Maka, mari jaga Muskorkot ini dengan akal sehat, keberanian moral, dan komitmen pada nilai-nilai luhur olahraga.
Karena marwah olahraga tidak hanya dipertaruhkan di podium, tetapi juga di ruang musyawarah. (*/Red) 

Kapuas Post

Kapuas Post merupakan media lokal Kalimantan Barat yang mencoba eksis kembali menjadi media online

Lebih baru Lebih lama

ads

Pasang Iklan Kapuas Post

ads

نموذج الاتصال