Nasabah di Pontianak Laporkan Dugaan Penyimpangan Kredit BNI, Rugi Miliaran Rupiah


PONTIANAK, KP  - Seorang nasabah Bank Negara Indonesia (BNI) bernama Yusnelly mengaku mengalami kerugian besar akibat dugaan ketidaksesuaian dalam pengelolaan kredit modal kerja yang ia ajukan sejak tahun 2014. 

Kasus yang telah berlangsung lebih dari satu dekade ini disebut belum menemukan penyelesaian yang jelas hingga kini.

Dalam wawancara bersama media, Selasa (28/10), Yusnelly menceritakan bahwa awalnya ia ditawari fasilitas pinjaman dengan bunga 9 persen per tahun, lebih rendah dibandingkan rata-rata bunga bank lain yang saat itu mencapai 14 persen. Namun, seiring berjalannya waktu, ia menemukan bahwa bunga yang diterapkan justru mencapai 12 persen, atau sekitar 1 persen per bulan—angka yang dinilainya tidak sesuai dengan kesepakatan awal.

Masalah yang dihadapi Yusnelly tak berhenti pada persoalan bunga. Dari total pinjaman sebesar Rp1 miliar, ia mengaku hanya menerima sekitar 20 persen dari jumlah tersebut. Sisa dana yang seharusnya masuk ke rekeningnya tidak pernah bisa diakses. “Dana yang seharusnya masuk ke rekening justru ditahan. Di rekening koran terlihat seolah-olah uang itu ada, padahal tidak bisa digunakan,” ungkapnya.

Ia menduga ada praktik manipulasi data saldo dan limit kredit dalam proses tersebut. Berdasarkan catatan pribadi, sejumlah dana tampak berputar di rekening koran, namun tidak pernah dapat dicairkan secara nyata. Yusnelly menambahkan, pola serupa bahkan sudah ia alami sejak masih menjadi nasabah di Bank Panin sebelum berpindah ke BNI Cabang Pontianak.

Bersama kuasa hukumnya, Yusnelly telah melakukan perhitungan ulang atas seluruh transaksi dan bunga yang dibebankan selama bertahun-tahun. Dari hasil tersebut, ia memperkirakan total kerugian yang dialaminya mencapai lebih dari Rp4,3 miliar, termasuk bunga dan dana yang disebutnya “terendap” tanpa kejelasan.

Kasus ini sempat dilaporkannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022. Menurut Yusnelly, OJK menemukan bahwa plafon kredit yang tercatat atas namanya mencapai sekitar Rp12 miliar. Namun, realisasi dana yang diterima ternyata jauh dari angka tersebut.

“Saya berharap pihak bank dan regulator benar-benar menelusuri kasus ini secara transparan. Jangan sampai masyarakat kecil terus dirugikan oleh sistem yang tidak terbuka,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak BNI belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan penyimpangan kredit tersebut. 

Sementara itu, kasus yang dialami Yusnelly mulai mendapat perhatian publik, terutama di tengah meningkatnya sorotan terhadap transparansi dan akuntabilitas lembaga keuangan di daerah.(*/Red) 

Kapuas Post

Kapuas Post merupakan media lokal Kalimantan Barat yang mencoba eksis kembali menjadi media online

Lebih baru Lebih lama

ads

Pasang Iklan Kapuas Post

ads

نموذج الاتصال