Kegiatan ini bukan sekadar agenda rutin kampus, tetapi sebuah perjalanan menyentuh hati untuk menyapa kehidupan baru para eks-pengungsi korban kerusuhan Sambas yang kini menetap dan menata hidup di Zakia. Dr. Syf. Ema menyampaikan bahwa kunjungan ini merupakan langkah untuk mendengarkan langsung suara masyarakat, menyelami proses adaptasi mereka, dan memahami perjuangan membangun masa depan yang lebih cerah. “Kami hadir bukan hanya untuk melihat, tapi untuk turut belajar dari semangat mereka yang telah bangkit dari masa lalu,” ungkapnya.
Sambutan hangat datang dari Safe’i, Kepala Dusun Tebang Kacang, yang juga merupakan salah satu penyintas konflik. Ia menuturkan bahwa warga kini telah meninggalkan keterpurukan dan menatap ke depan dengan penuh optimisme. Pendidikan menjadi landasan utama perubahan sosial yang terjadi. “Alhamdulillah, mayoritas warga di sini sudah menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMA. Kami percaya, pendidikan adalah bekal utama untuk keluar dari keterbatasan,” ujarnya penuh semangat.
Tak jauh berbeda, Rofi’i, Ketua RW 08/RT 01 Dusun Zakia, menambahkan bahwa keharmonisan antara masyarakat eks-pengungsi dan warga lokal telah terbina dengan baik. Lebih dari seribu jiwa kini tinggal di dusun ini, sebagian besar berprofesi sebagai petani kebun. Di balik keringat yang mengalir di ladang, ada harapan yang tumbuh untuk kehidupan yang stabil dan sejahtera.
Salah satu warga, Tosirah, turut membagikan kisahnya tentang bagaimana dirinya dan warga lain perlahan pulih dari trauma masa lalu. Kini, ia lebih memilih menatap ke depan dan memotivasi generasi muda untuk terus belajar dan bermimpi. “Kami ingin anak-anak kami memiliki masa depan yang lebih baik dari kami. Itu sebabnya kami tekankan pentingnya pendidikan,” tuturnya dengan mata yang berkaca-kaca namun penuh harapan.
Meski demikian, perjalanan pembangunan Dusun Zakia belum sepenuhnya usai. Masyarakat masih menghadapi tantangan infrastruktur, terutama jalan dan jembatan yang belum merata menjangkau seluruh wilayah. Warga berharap adanya percepatan pembangunan jalan poros yang menghubungkan dusun ini langsung ke Kota Pontianak, sehingga aksesibilitas dan distribusi hasil kebun dapat lebih lancar.
Kegiatan PKM ditutup dengan dialog terbuka antara dosen, mahasiswa, dan warga. Suasana keakraban terasa kental, memperlihatkan bahwa ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup bisa saling menguatkan. Kegiatan ini bukan hanya menghadirkan semangat akademik, tetapi juga membangun jembatan empati antara dunia kampus dan masyarakat akar rumput sebuah pertemuan yang menumbuhkan harapan untuk masa depan yang lebih baik, bersama.(*/Red)