Post Top Ad

Kombis

Teknologi

Post Top Ad

KalbarPontianakRektor IAIN Pontianak

Rektor IAIN Pontianak Tegaskan Tidak Ada Korupsi: Lawan Fitnah dan Informasi Daur Ulang

PONTIANAK, KP – Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Prof. Dr. H. Syarif, MA, akhirnya angkat bicara terkait tuduhan dugaan korupsi sebesar Rp2,5 miliar yang kembali beredar melalui sejumlah media daring. Dalam pernyataan resminya, Prof. Syarif menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan merupakan fitnah lama yang sengaja didaur ulang.

Isu ini mencuat kembali sejak 25 April 2025, dipicu oleh pemberitaan di media daring lokal dengan narasumber dari kelompok yang menamakan diri Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI), diwakili oleh Joko Priyoksi. 

Prof. Syarif dengan tegas menyebut bahwa berita tersebut adalah "hoaks" dan hanya mengulang isu usang yang sebelumnya sudah pernah dijawab tuntas.

"Materi yang diangkat saat ini merupakan salinan dari pemberitaan Warta Pontianak pada 23 Agustus 2023 lalu, yang saat itu mencantumkan Nagian Imawan sebagai narasumber. Bahkan pada September 2024, saat isu ini kembali digunakan dalam unjuk rasa mahasiswa, saya sudah melakukan klarifikasi secara terbuka melalui berbagai media," jelasnya.

Prof. Syarif menambahkan bahwa pada klarifikasi September 2024, termasuk melalui media Pemred edisi 12 September 2024, telah ditegaskan tidak ada satupun perkara korupsi yang sedang diselidiki atau diproses Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak terkait dirinya maupun pihak kampus.

Ia juga menyayangkan tindakan narasumber KAMAKSI yang, menurutnya, tidak pernah melakukan konfirmasi baik kepada Kejari Pontianak maupun langsung kepadanya sebelum menyebarkan informasi tersebut ke publik.

“Fitnah yang diproduksi secara sistematis dan berulang ini, jika dibiarkan, bisa membentuk persepsi publik yang keliru. Ini bukan hanya soal nama baik saya pribadi, tetapi juga menyangkut integritas institusi yang saya pimpin,” tegasnya.

Atas situasi ini, Prof. Syarif mengungkapkan bahwa dirinya tengah berkonsultasi dengan Penasehat Hukum kampus untuk mempertimbangkan langkah hukum terhadap penyebaran informasi yang dinilai mengandung unsur pencemaran nama baik dan fitnah, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan Pasal 310 KUHP.

Lebih lanjut, Prof. Syarif menyerukan kepada semua pihak, terutama media massa, untuk tetap mengedepankan prinsip verifikasi dan kehati-hatian dalam menyebarkan informasi. Ia mengingatkan bahwa media seharusnya menjadi pilar keterdidikan publik, bukan malah menambah kebingungan dengan menyajikan data tanpa validasi yang memadai.

“Sayangnya, ada pihak yang bahkan menyebutkan seorang Guru Besar memberikan komentar yang tidak bertanggung jawab, tanpa memahami pokok persoalan. Ini jelas mencoreng etika akademik dan memperburuk kualitas diskursus publik,” tambahnya.

Di akhir pernyataannya, Prof. Syarif berharap agar ke depan setiap organisasi penggerak isu, narasumber, maupun media massa lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Ia menegaskan pentingnya menjaga ruang publik dari penyebaran informasi tidak faktual yang sarat distorsi dan manipulasi. (*/Red) 

Baca Juga

Post Top Ad