Post Top Ad

Kombis

Nasional

Post Top Ad

Kalbarkopi

Petani Kopi Belum Mampu Penuhi Kebutuhan Pasar

Dari Bincang Kopi, Membedah Kopi Liberika dari Hulu ke Hilir

Pontianak – Meskipun dalam catatan Dinas perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar setidaknya terdapat 12 ribu hektare kebun kopi di Kalbar, namun dalam peta daerah penghasil kopi di Indonesia Kalbar tidak tercatat sebagai daerah produsen kopi.

Padahal Kalbar memiliki beberapa daerah penghasil kopi. Salah satunya Kabupaten Sambas tepatnya di Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung yang terkenal dengan tanaman kopi liberika.
Tidak tercatatnya dalam peta nasional sebagai daerah penghasil kopi hal ini tentu sangat disayangkan. Apalagi di Kalbar warganya dikenal sebagai penikmat kopi terbesar dengan kenyataan keberadaan warung-warung kopi di setiap sudut kota hingga ke perkampungan.
Kenyataan ini terungkap dalam “Bincang Kopi” yang khusus membedah kopi liberika dari hulu ke hilir. Gelaran bincang kopi tersebut diselenggarakan DJPb Kalbar berlangsung Jumat (11/8) kemarin di Pontianak.
Dalam bincang kopi tersebut, setidaknya ada lima narasumber antara lain, Rustandi M petani kopi asal Desa Sendoyan.Budi ketua kelompok tani Batu Layar Sejahtera.Juliansyah Kades Sendoyan,Siti Masitha owner 101 Coffee House dan dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalbar.
Kabupaten Sambas pernah mengalami masa jaya sebagai penghasil kopi. Kopi yang dihasilkan adalah jenis kopi liberika. Masa jaya tersebut sekitar tahun 1979. Untuk mengembalikan kejayaan kopi liberika Sambas yang sangat terkenal beberapa waktu lalu,sejumlah petani mengembangkan tanaman tersebut sejak tahun beberapa tahun belakangan ini. Dan kemudian membentuk kelompok tani.
Kopi liberika yang dihasilkan dari Desa Sendoyan menurut Budi setelah diujicoba tergolong kopi yang baik karena densitas kopi diatas 750.
“Untuk saat ini, kopi dari kelompok tani ini sudah secara rutin memasok ke coffee house di Pontianak,” ungkapnya.
Namun sayangnya saat ini untuk produksi kopi liberika masih terbatas dan belum mampu menyediakan kebutuhan atau permintaan pasar, baik lokal maupun luar.
Saat ini total kebun petani yang ada di Dusun Batu Layar Desa Sendoyan, sekitar 5 hektare. Dan untuk saat ini menjadi percontohan bagi kelompok tani lainnya.
Dari semangat kelompok tani mengembangkan kopi liberika ini, masih banyak tantangan yang dihadapi menurut Kades Sendoyan Juliansyah antara lain, untuk menghasilkan biji kopi yang berkualitas dari tanaman kopi yang subur butuh pengelolaan pasca panen yang mendukung.
Saat ini petani masih dihadapkan pada permasalahan pengelolaan secara manual.Sehingga dalam produksi pasca panen butuh waktu lama.
“Untuk itulah, perlu adanya sentuhan perhatian dan dukungan dari berbagai pihak untuk memajukan pertanian khususnya kopi liberika di Desa Sendoyan, sehingga bisa memenuhi kebutuhan pasar,” tuturnya.
Juliansyah menambahkan, petani khususnya kopi liberika masih membutuhkan pembinaan yang intens dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan.
“Karena permintaan kopi liberika semakin meningkat, sementara pasokan bahan baku terbatas,” katanya lagi.
Seperti juga diungkapkan petani kopi liberika Rustandi yang memiliki lahan 1,5 hektare dia tak mampu memenuhi kebutuhan pasar selain sarana dan prasarana yang dimiliki masih sangat minim.
Peralatan yang dipergunakan masih serba manual, bahkan untuk mengangkut hasil panennya dari kebun Rustandi tidak menggunakan kendaraan.”Berjalan kaki saye, ngangkut, hasil panen dari kebun,” ungkapnya dengan dialek Sambas yang kental.
Kolaborasi antara praktisi kopi, poktan dan petani berhasil meningkatkan kopi menjadi mutu 1 dalam waktu 3 bulan. Terdapat kenaikan harga kopi di tingkat petani dari Rp 30.000 per kilogram kini menjadi Rp 75.000 per kilogram.
Dalam bincang kopi tersebut selain petani dan pelaku tanaman kopi, juga tampak hadir pelaku UMKM yang bergerak di usaha kopi, para pengambil kebijakan dan penikmat kopi dari berbagai kalangan.(lyn)

Baca Juga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad